Pajak


Sejak zaman Robin Hood pajak sudah menjadi suatu isu dalam kehidupan masyarakat. Banyak kisah raja-raja lalim yang membebani rakyatnya dengan pajak yang tinggi sementara mereka hidup bermewah-mewah. Hal ini tentu saja membuat rakyat jengah dan berontak sementara sebagian lain tetap saja tak mampu melawan dan hidup dalam kesengsaraan. Walau sudah berabad berlalu dari latar waktu cerita-cerita itu, pajak masih saja menjadi isu dalam kehidupan kita, termasuk di negara yang kita cintai, Indonesia.

Cerita mengenai pria berikut ini
agaknya sudah cukup menggambarkan betapa carut marutnya kondisi perpajakan di negeri ini dengan segala kasus korupsi yang menyertainya.

Tidak sedikit dari rekan kerja atau bahkan beberapa seniorku mengeluhkan potongan pajak atas gaji mereka. Sepanjang yang saya ketahui ada beberapa tingkat pajak sesuai dengan penghasilannya. Saya sendiri dikenakan pph 5% atas gaji yang saya terima. Kerisauan atas potongan pajak ini menurutku sebenarnya lebih dari sekedar besarnya potongan saja tetapi lebih dari itu, yaitu sebuah pertanyaan kemanakah pajak yang mereka ambil itu bermuara? Celakanya foto ini menambah kegalauan kita.

Mengenai pajak ini aku juga punya pengalaman tersendiri saat berada di Washington DC. Saat itu aku membeli kartu pos dan gantungan kunci seharga total $4. Aku ambil 4 lembar $1 dari dompet saat kasir mengatakan bahwa saya harus membayar lebih dari $6 kalau tidak salah ingat. Begitu saya terima bon pembelian ada satu baris yang membuat pertanyaanku terjawab. TAX.

Berbeda dengan di Indonesia, Amerika membebani rakyatnya dengan pajak yang beragam dan rata-rata lebih tinggi daripada di Indonesia. Oleh karena itu, kenaikan pajak menjadi isu tiap kali pemilihan presiden. Namun, di Amerika pajak yang sejatinya menjadi alat pemerata pembangunan dan penyejahtera masyarakat benar-benar di aplikasikan. FYI, pajak penghasilan di USA sebesar lebih dari 15% sehingga jika kita kerja part time di cafetaria dengan penghasilan $100 per pekan maka yang akan kita terima hanya sebesar $85 saja. Saya pernah bertanya mengenai besarnya potongan ini tidakkah memberatkan mereka. Jawaban mereka sederhana saja pendidikan untuk anak-anak mereka gratis, subsidi untuk orang cacat dan pengangguran memadai, akses jalan yang baik, listrik yang cukup, koneksi internet yang melimpah rasanya cukup menjawab kemanakah perginya pajak mereka.

Selepas mendengar jawaban mereka, aku kembali teringat dengan kondisi nusantara. Betapa sulitnya akses jalan, dermaga yang penuh, kereta yang tak terurus, pendidikan yang mahal, listrik yang byar pet dan silakan lanjutkan sendiri daftar ini. Tapi aku ingin mengakhiri daftar ini dengan harapan bahwa negara ini dapat berbuat banyak dengan menggarap pajak dengan jujur dan profesional. Tetaplah bayar pajak.

2 thoughts on “Pajak

  1. syahrazadhumeira says:

    wow..sebagai anak di jurusan adm fiskal, saya bangga karena pegawai pajak ada iklannya di tipi sekarang *loh*.. betul banget ka Randy, apalagi sekarang PBB sudah menjadi pajak daerah dan bukan pajak pusat lagi, yang jelas pajak buat kesejahteraan umat, tinggal pengelola dan pengelolaannya aja yang masih kurang bener! hehe, kita mendekati kondisi amerika ko kak, walau kecepatannya 0,000001 km/jam :p

    • pradananusantara says:

      hai Septi, makasih udah berkunjung, yang jelas harapan gak boleh padam. Masih ada penerus yang Insya Allah dapat berbuat jauh lebih baik. Ayok dimulai dari mahasiswa jurusan adm fiskal..hehe

Leave a comment