Berbicara tentang kebudayaan Indonesia yang saat ini banyak diklaim oleh Malaysia, patut kiranya kita kembali menyelam ke dalam diri dan merenungi sejauh mana kita mencintai kebudayaan kita sendiri. Berkaitan dengan hal ini boleh jadi kita patut mencontoh Jepang yang begitu dalam mencintai dan melestarikan kebudayaannya di tengah kemajuan teknologi negara tersebut dalam era global. Awal mula kesadaran bangsa Jepang akan pentingnya mencintai kebudayaannya sendiri terekan dalam film Hollywood berjudul Last Samurai.
Pada akhirnya, Katsumoto mati dalam perang yang berjalan tidak imbang karena tentara kaisar dipersenjatai oleh senjata otomatis yang diperoleh dari Amerika. Katsumoto akhirnya membunuh dirinya sendiri setelah diberondong ratusan peluru. Namun, selepas kematian Katsumoto, Kaisar Jepang menerima pedang Katsumoto yang diberikan seorang tentara Amerika bernama Nathan Algren. Kemudian kaisar berpesan bahwa Jepang akan terus maju dengan modernisasi dan industrialisasi, tetapi nilai-nilai tradisional Jepang tidak boleh dilupakan dan harus mengalir dalam jiwa seluruh rakyat Jepang.
Saat ini kita dapat melihat bukti kecintaan bangsa Jepang terhadap kebudayaannya sendiri. Kimono sebagai pakaian khas Jepang begitu erat dan melekat pada citra Jepang. Selain itu kita juga mengenal seni melipat kertas khas Jepang yang disebut origami. Legenda tentang samurai pun ikut tumbuh dan berkembang dengan berkembangnya komik dan film-film Jepang. Bangsa Jepang tidak sekedar mencintai tetapi juga melestarikan kebudayaannya sendiri. Akhirnya budaya tersebut mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan Jepang baik dari sektor film, komik, buku bacaan, pendidikan, dan tentunya pariwisata. Pada kondisi seperti ini tidak ada negara yang serumpun dengan Jepang yang mengklaim kebudayaan Jepang sebagai bagian dari kebudayaan mereka.
Berkaca pada hal tersebut, saat inilah adalah saat yang tepat bagi seluruh rakyat Indonesia untuk kembali mencintai dan melestarikan kebudayaan negeri sendiri. Hal ini khususnya ditekankan kepada pemuda karena merekalah yang akan meneruskan kehidupan bangsa ini. Miris rasanya saat menyaksikan beberapa turis asing yang mempelajari tari pendet di Bali atau seni Angklung di Sunda, sementara itu banyak pemuda kita yang jusru asyik menghadiri konser-konser musik yang tidak ada habisnya. Kita perlu menyadari bahwa kekayaan budaya bangsa ini tidak akan berguna sama sekali saat kita tidak menggali dan memanfaatkannya. Padahal kebudayaan tersebut secara ekonomi amat potensial dikembangkan baik di sektor pariwisata, kerajinan tangan, pendidikan, dan lain-lain. Kemudian kebudayaan tersebut juga dapat membentuk karakter bangsa agar menjadi pribadi yang terpuji. Pada akhirnya kita juga perlu menyadari bahwa potensi kebudayaan untuk kemajuan bangsa akan segera sirna saat pemuda Indonesia tidak mencintai dan melestarikannya.