“akh, bagaimana udah bisa lihat KRS belum? Katanya mulai jam 10 tadi kita udah bisa akses.” tanya Firman. “Udah, tadi ana udah cek lewat hape.” jawab Jamal. “Trus gimana nilai-nilai dan IPK ente? tanya Firman lagi. “ahh itu dia. Ada dua mata kuliah yang mesti ana ulang tahun depan dan cuma satu nilai A. Trus IP ana jadi turun, 2.24 semester ini.” jawabnya. “kok bisa kayak gitu, akh?” tanya Firman. “Kalo untuk dua mata kuliah yang mesti ana ulang sebabnya dosennya yang gak bisa ngajar. Kalo mereka yang ngajar ana gak pernah ngerti malah seringan ngantuk. Trus selain itu, ana kan sibuk banget di BEM, walaupun sekedar jadi Kadept amanah ana ini berat akh!” Anak-anak Aktivis Dakwah Kampus (ADK) yang lain juga gak peduli, mereka bisanya berprestasi buat diri sendiri aja, aktivis seperti diriku mana pernah diperhatiin”, jelas Jamal panjang lebar.
Penggalan percakapan di atas mungkin bukan hal yang baru bagi kita kader dakwah kampus. Malah mungkin saja kita pernah mengalami kondisi yang semacam itu. Jamal yang menjadi Kepala Departemen Politik dan Kajian Strategis BEM N, harus mengulang dua mata kuliah dan IP semesternya turun menjadi 2.24. Menurutnya ada beberapa alasan yang membuat akademiknya bermasalah. Pertama, dosennya tidak bisa mengajarinya dengan benar sehingga ia tidak paham materi yang disampaikan. Kedua, kesibukan aktivitasnya di BEM yang padat.Ketiga, anak-anak ADK yang tidak perhatian dengan kondisi akademiknya. Kondisi yang seperti ini tidak bisa dibiarkan karena dalam jangka panjang akan menyulitkan Jamal yang akan segera memasuki dakwah pasca kampus dan tentu saja mengecewakan orang tuanya. Kedua, dalam jangka pendek tentu akan memperburuk citra dakwah terlebih lagi Jamal memegang jabatan publik yang menjadi pusat perhatian dan teladan bagi aktivis yang lain. Untuk itulah tulisan ini mengangkat masalah ini dan mencoba membedahya untuk memperjelas pandangan kita yang mungkin selama ini kabur.
Proaktif vs Reaktif
Dalam kehidupan ini memang tidak ada yang pasti. Segala sesuatu disekitar kita terus berubah dari waktu ke waktu. Namun, setidaknya segala sesuatu tersebut dapat kita bagi dalam dua bagian seperti yang ditulis oleh Sean Covey dalam 7th Habits for Highly Effective Teens yaitu, bagian yang dapat kita pengaruhi dan bagian yang tidak dapat kita pengaruhi. Pada bagian yang dapat kita pengaruhi, kita dapat menentukan atau menjadi aktor penentu terhadap peristiwa yang terjadi sedangkan pada bagian yang tidak dapat dipengaruhi kita tidak dapat mengambil keputusan atau membuat pilihan sehingga dapat mengubah hasilnya. Sebagai contoh bagian yang tidak dapat kita pengaruhi yaitu, warna kulit, siapa dosen yang mengajar Kalkulus, di mana kita dilahirkan, cuaca hari ini, siapa orang tua kita, komentar orang lain, dan sebagainya. Semua hal itu sudah tentu di luar kekuasaan kita. Namun, ada satu hal yang berada dalam kendali kita yaitu respon dan tindakan kita. Nah, sekarang bayangkan jika kita banyak membuang-buang waktu dan tenaga untuk mempermasalahkan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Tentunya kita akan cenderung berpikir menjadi korban dari keadaan. Itulah yang disebut sebagai orang yang reaktif. Berbeda dengan orang yang reaktif, orang yang proaktifadalah orang yang menyadari bahwa dia memang tidak dapat menentukan segala hal, tetapi dia memfokuskan diri pada apa yang ada dalam kendalinya dan dapat dia ubah.
Pada percakapan di atas, kita dapat menilai bahwa Jamal adalahaktivis yang termasuk dalam tipe reaktif. Dia merasa menjadi korban dari keadaan dan selalu merasa bahwa masalahnya bukan ada pada dirinya tetapi ada di luar dirinya. Jamal merasa masalah dan kesalahan ada pada dosennya, anak-anak ADK, dan lain-lain. Dia hanya menjadi korban dari kombinasi masalah tersebut sehingga IP-nya bermasalah. Sekarang bayangkan jika ternyata semester ini kedua dosen tersebut kembali mengajar kelasnya, kegiatan BEM semakin banyak, dan teman-temannya tidak juga memberi perhatian lebih. Selama ia terus merasa bahwa kesalahan ada di luar dirinya maka bukan tidak mungkin kondisi akademiknya akan semakin menurun.Sekarang mari kita renungkan hal berikut ini. Tidak jarang kita merasa dosen yang salah mengajar sehingga kita tidak mengerti, tetapi pernahkah kita membaca buku lebih dulu sebelum mata kuliah diajarkan atau mempersiapkan diri agar tidak mengantuk di kelas? Selama kita merasa bahwa kesalahan ada di luar diri kita dan tidak menyadari bahwa sesungguhnya kesalahan ada pada diri kita maka perubahan urung akan terjadi.
Nah, berikutnya mari kita simak sikap tipe orang proaktif. Ia merasa bahwa dirinyalah yang memegang kendali penuh atas dirinya. Dia menyadari bahwa apa yang terjadi pada dirinya hari ini adalah hasil kombinasi pilihan-pilihan yang ia putuskan pada masa yang lalu. Jika hal yang sama terjadi pada tipe proaktif boleh jadi ia akan menemui dosennya dan menyampaikan keberatannya dengan cara beliau mengajar, menemui teman-temannya untuk membahas apa yang ia hadapi, dan mengatur ulang jadwalnya untuk dapat lebih optimal belajar. Ia selalu merasa bahwa dialah yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan menyadari secara penuh bahwa ia adalah pilot dari rute penerbangan hidupnya.
Allah SWT telah mengisyaratkan hal ini dalam Al Quran pada surat Ar Ra’d ayat 11 sebagai berikut
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
[768]. Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah mengungkapkan bahwa ayat ini menekankan bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri yaitu mental dan pikiran. Perubahan yang dilakukan Allah haruslah didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat menyangkut sisi dalam mereka. Kemudian, Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat ini meletakkan tanggung jawab yang besar terhadap manusia, karena darinya dipahami bahwa kehendak Allah atas manusia yang telah Dia tetapkan melalui sunah-sunah-Nya berkaitan erat dengan kehendak dan sikap manusia. Oleh karena itu selama kita merasa selalu menjadi korban dari keadaan dan tidak memegang kendali hidup kita maka perubahan yang diharapkan tentu hanya sekedar impian belaka. Wallahu ‘alam.
gan….mantep niy