Pada hari itu, 27 Oktober 82 tahun yang lalu, Sugondo selaku ketua Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia membuka Kongres Pemuda Kedua. Kongres saat itu menghadirkan berbagai perhimpunan pemuda dari pelosok tanah air seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, dan perhimpunan pemuda lainnya. Mereka menggelar rapat-rapat selama dua hari di Jakarta. Masalah yang mereka bahas bukan lagi masalah kedaerahan melainkan masalah-masalah nusantara yakni hubungan antara pemuda dan persatuan nusantara, pendidikan kebangsaan, gerakan kepanduan dan lain-lain. Setelah rapat-rapat panjang itu berakhir mereka mengikrarkan sebuah Sumpah Setia yang kini kita kenal dengan Sumpah Pemuda dan pada saat itulah Indonesia Raya dikumandangkan untuk pertama kalinya walaupun tanpa syair.
Sumpah tersebut menjadi sangat penting dan relevan dengan usaha pencapaian kemerdekaan Indonesia karena setelah itu upaya perlawanan baik secara sosial maupun politis terhadap penjajah semakin terorganisasi dan berdampak nyata. Akhirnya, 17 tahun kemudian Indonesia sampai pada kelahirannya sebagai sebuah negara yang merdeka. Namun, jika kita menengok ke belakang sesungguhnya ada peristiwa penting yang telah terjadi terlebih dulu sehingga para pemuda tersadar dan bangkit untuk memerdekakan Indonesia. Peristiwa itu adalah penerapan politik etis di Hindia Belanda.
Politik Etis
Pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina mengubah haluan kebijakan terhadap Hindia Belanda dengan penerapan kebijakan Politik Etis. Kebijakan ini diambil sebagai bentuk panggilan moral dan utang budi Belanda terhadap kaum pribumi. Pendapat lain menyatakan bahwa kebijakan ini diambil tidak lain juga karena berkembangnya paham liberal di negeri Belanda. Namun, apapun sebabnya, kebijakan itu telah membawa angin segar ke Hindia Belanda. Dampak yang paling nyata dari kebijakan ini adalah semakin meluasnya akses pendidikan baik untuk kaum priyayi dan rakyat biasa. Pada awal tahun 1900-an itulah para bapak-bapak bangsa ini dilahirkan seperti Soekarno (1901), Hatta (1902), Syahrir (1909) dan lain-lain. Mereka akhirnya tumbuh besar dan mampu mengenyam pendidikan yang akhirnya mencerahkan pikiran mereka. Bahkan beberapa di antara mereka sempat bersekolah di Belanda.
Maka pada tahun 1928,bayi-bayi yang terlahir pada awal 1900-an itu telah menjadi pemuda yang penuh semangat dan berpendidikan. Gagasan-gagasan mereka bukanlah omong kosong melainkan telah berubah menjadi gerakan. Sebagian mereka memfokuskan diri pada gerakan kemasyarakatan baik di bidang kebudayaan maupun pendidikan, contohnya Budi utomo dan Muhammadiyah. Sebagian yang lain ada yang bergerak di sektor ekonomi, contohnya Syarikat Dagang Islam, sedangkan yang lain bergerak di bidang politik. Gerakan-gerakan mereka tumbuh besar dan semakin mencerahkan sehingga pada tahun 1945 Indonesia dapat terwujud. Merekalah para pemuda yang pahlawan. Gerakan mereka pada saat muda begitu nyata dan kontinu sehingga 44 tahun saja setelah politik etis bergulir nasib bangsa ini sudah berada pada kondisi yang sangat berbeda.
Gelombang Kedua
Kini setelah 65 tahun Indonesia merdeka, kita memasuki situasi baru yang tak kalah pelik dari masa lalu. Indonesia kini menjadi salah satu negara terkorup dengan utang yang mencapai triliunan rupiah. Belum lagi masalah internal dalam negeri mulai dari konflik antar partai politik hingga konflik horizontal di masyarakat. Di sisi lain negara ini juga memiliki peristiwa yang hampir serupa efeknya dengan politik etis pada masa lalu, yakni reformasi. Reformasi telah membawa Indonesia pada babak baru. Salah satunya adalah semakin meluasnya dan meningkatnya akses dan kualitas pendidikan. Hal ini terjadi melalui amandemen keempat UUD 1945 pada 10 Agustus 2002. Amandemen itu mengamanahkan kepada pemerintah untuk menyediakan sistem pendidikan yang baik dan menganggarkan dana sekurang-kurangnya 20% dari APBN.
Perlahan tapi pasti dampak dari amandemen tersebut semakin terasa dengan semakin meluasnya akses sekolah gratis bagi masyarakat, turunnya dana bantuan operasional sekolah, perbaikan kesejahteraan guru dan lain-lain. Walaupun masih banyak kekurangan di sana-sini, tetapi perbaikan itu terus berjalan.
Jika menganut pada teori bahwa sejarah itu berulang. Maka sekitar tahun 2045 atau 100 tahun setelah merdeka, Indonesia akan sampai pada kemerdekaannya yang kedua terkait dengan meluasnya akses pendidikan tersebut. Seperti halnya fenomena penerapan politik etis pada tahun 1901 yang memerdekakan Indonesia 44 tahun kemudian, maka boleh jadi dampak dari penerapan amandemen UUD 1945 tentang 20% anggaran pendidikan dari APBN pada 2002 silam akan segera membawa kebangkitan Indonesia.
Tanda-tanda dari kebangkitan tersebut sudah mulai tercium dari sekarang. Menurut laporan disusun oleh Gerard Lyons (Group Head of Global Reserach, StanChart Inggris (2009) Indonesia akan masuk dalam G7 pada tahun 2040. Dengan menggunakan compound annual growth rate (CAGR) dari negara-negara G20 selama periode 2000 dan 2008, serta mengasumsikan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada tingkat potensialnya mulai tahun 2012, ukuran ekonomi Indonesia akan melampaui Korea Selatan di tahun 2016, Jepang di tahun 2024, Inggris di tahun 2031, dan Jerman di tahun 2040.
Majalah bergengsi The Economist, pada Juli 2010 juga memasukkan Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi baru pada 2030 di luar BRIC. The Economist mengenalkan akronim baru dengan sebutan CIVETS, kepanjangan dari Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey dan South Africa. Menurutnya negara-negara berkembang akan melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur. Pemicunya adalah peningkatan perdagangan, terutama pada pasar-pasar dari negara berkembang, industrialisasi yang pesat, urbanisasi dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di negara berkembang.
Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah siapkah kita sebagai pemuda masa kini menyongsong masa itu. Sudah cukupkah bekal kita hari ini untuk menjawab tantangan yang akan segera hadir itu? Menyadari hal itu mari kita teruskan gelombang pertama gerakan pemuda 82 tahun yang lalu dengan gerakan kita pada masa ini. Gerakan ini sudah selayaknya dimulai dengan memperdalam kompetensi kita di berbagai sektor yang kita minati. Selanjutnya mulailah berkarya dari lingkungan yang paling dekat. Jika gerakan ini terus tumbuh dan berkembang maka kita akan menjadi pemuda yang pahlawan. Terakhir, percayalah bahwa kebangkitan Indonesia sudah terciumnya wanginya sedekat usaha kita untuk mewujudkannya