Ditolak donor darah


Sejak pertama kali donor darah sewaktu masih berada di tingkat pertama, saya jadi ingin donor darah lagi. Oleh karena itu, begitu ada kesempatan berikutnya saya datang lagi. Namun setidaknya saya pernah dua kali ditolak donor darah yang akan menjadi cerita pada postingan kali ini.

Saat itu ada sms masuk ke inbox saya, isinya kurang lebih tentang permohonan donor darah untuk salah seorang pasien. Yang menjadi perhatian saya kemudian adalah golongan darah yang dibutuhkan yaitu AB. Persis seperti yang mengalir dalam pembuluh darah saya. Tak lama kemudian ada telepon masuk. Singkat cerita, saya diminta penelepon itu untuk mendonorkan darah saya, entah siapa si penelepon itu dan tahu dari mana golongan darah saya (dulu blog ini belum aktif, jadi pasti bukan dari page about me). Keesokkan harinya saya datang ke PMI Bogor. Dengan berbekal sarapan saya siap mendonorkan darah. Sesampainya di sana sudah ada beberapa pendonor lainnya untuk pasien yang sama. Begitu giliran saya tiba, diperiksalah saya dari A-Z. Begitu masuk kira-kira di poin D saya ditolak untuk mendonorkan darah. Pertanyaan ibu pemeriksa itu begini,  “Pernah kena tipes atau DB? ” “Pernah”, jawabku. “Kapan?”, tanya dia lagi. Saya jawab, “Juli”. Lalu dia menghitung-hitung dengan jarinya. “Wah belum bisa donor, mas. Belum enam bulan sejak Mas sembuh. Setelah enam bulan baru boleh donor lagi. Ini gak baik buat kesehatan mas kalo dipaksakan” Pernyataan Ibu tadi menutup episode pertama saya ditolak donor darah. Saya stop angkot, kembali ke Asrama PPSDMS.

Pengalaman kedua saya ditolak donor darah terjadi di Amerika Serikat. Suatu hari ada pengumuman di email saya dari penanggung jawab blok di dorm saya. Saya buka email student@ohio.edu milik saya. Isinya pengumuman donor darah yang akan dilaksanakan beberapa hari ke depan di dorm sebelah. Pengumuman tersebut ternyata juga dicetak dan ditempel di lorong-lorong dorm. FYI, isi pengumuman di lorong banyak banget mulai dari penggalangan dana kanker, diskusi politik, undangan nonton basket bareng untuk dukung Cleveland, edukasi sex dan banyak lagi.

Hari berlalu hingga tibalah hari pendonoran darah itu. Waktunya singkat, seingat saya dari jam 9.00-15.00. Hari itu aku keluar dorm berbungkus jaket putih Zeitgeister sekitar 20 menit sebelum kelas pertama dimulai pukul 9.00. Ada satu tempat yang harus aku datangi sebelum masuk kelas: kafetaria. Setelah kartu mahasiswa digesek aku ambil tray dan langsung mengantri. “Scrambled egg, please” dengan senyum ramah Indonesia tentunya. Sepiring scrambled egg sejenis orak-arik kuning telur dan segelas coklat dingin ada di mejaku. Pagi itu masih sepi dari hiruk pikuk mahasiswa, gak heran kalo baru makanan ini yang tersedia. Namun, ini menu sarapan favoritku,  scrambled egg ditaburi lada dan garam dan segelas cokelat. Sebelum keluar comot satu pisang dulu tentunya.

Kelas pertama dimulai pukul 9.00 di Gordy Hall, sebuah gedung pusat bahasa. Kelas kedua dimulai tepat satu jam setelahnya, pukul 10.00 di seberang Gordy Hall. Setelah satu jam kelas kedua selesai pukul 11.00 aku sempatkan diri untuk mampir ke lab komputer. Lab itu berada di basement Gordy Hall dan begitu kita masuk maka hanya produk-produk Apple yang akan terlihat. Aku duduk di depan salah satu komputer. Begitu buka email, ternyata ada reminder tentang donor darah yang dilaksanakan hari itu. Kalau tidak salah ada dua email masuk soal hal yang sama. Selintas dipikiranku terbersit bahwa sepertinya hajatan ini kurang peserta.

Sejurus kemudian sebuah rencana singkat aku buat. Kelas berikutnya dimulai pukul 12.00 dan berakhir pukul 15.00. Waktu makan siangku cuma dari pukul 11.00 (saat itu juga) sampai pukul 12.00. Pada pukul 15.00 donor darah selesai. Akhirnya lima menit kemudian aku sudah berada di Shiley Hall, salah satu kafetaria favoritku karena makanannya enak, dekat Gordy Hall, dekat dormitory, dan tersedia ayam goreng setiap Selasa sore. Setelah kartu mahasiswa digesek dan kuota meal planku berkurang, aku ambil tray dan sebuah piring. Aku isi piring itu dengan pasta, shrimps, dan bumbu di atasnya. Sepotong ayam goreng ikut mampir beserta segelas jus. Tidak butuh waktu lama untuk memindahkannya ke dalam perut.

Sepuluh menit kemudian aku sudah di dalam kamarku. Aku keluarkan diktat kelas pertama dan kedua. Sedikit berbenah lalu meluncur ke dorm sebelah. Sesampainya di sana, pintu dorm sudah terbuka dan tetap terbuka karena diganjal dengan sejenis kayu. FYI, kita gak bisa masuk ke dorm lain kecuali punya kuncinya, bahkan gak bisa masuk ke lantai atau blok yang berbeda even di dorm tempat tinggal kita sendiri. Ini yang bikin keamanan lebih terjamin. Aku lewati lorong panjang hingga masuk ke sebuah ruangan di basement. Bau rumah sakit langsung tercium saat satu langkah kakiku masuk ke ruangan itu.

Aku mendaftarkan namaku di meja pertama. Isinya kurang lebih nama, NIM, email, no Hp, golongan darah. Benar saja ternyata halaman pertama buku registrasi itu belum terisi penuh. Aku jadi cukup senang bisa datang dan mendonorkan darah Jawa yang kumiliki ini (heheh). Setelah itu aku duduk di bench yang disiapkan untuk menunggu. Aku diminta untuk membaca sebuah modul yang kurang lebih berisi tentang hak,kewajiban dan peraturan lain mengenai donor darah tersebut. Selesai aku membacanya seorang pria besar dengan rambit blond beranjak dari ruang donor. Tak lama kemudian aku dipanggil. Seorang perawat yang sudah lebih dari separuh baya itu menyapaku. Lalu dia berkata,”May I take a look ur ID card”. Aku berikan kartu mahasiswaku. Mungkin karena melihat mata sipitku dia lalu melanjutkan pertanyaannya. “Where are you from?”. Dengan bangga aku jawab, “I’m from Indonesia”. ” How long you have been here?” she aked me again. I said, “two weeks”. Perempuan itu mengernyitkan dahi mendengar jawabanku. Lalu dia berkata,”Sorry mister, you are not allowed to donate your blood. You’re from Indonesia, a tropical country which potentially brings dengue or malaria through ur blood. You can donate ur blood after you have been living here for at least two years. Sorry.” “Ok, I understand. No problem”, I replied. Aku kemasi barangku lalu beranjak keluar ruangan itu. Dua orang wanita di meja registrasi tak lepas memandangiku sembari aku melangkah keluar. Aku tahu mereka mendengar percakapan kami. Entah apa yang dipikirkannya, mungkin mereka pikir darahku ini mengandung malaria.

Ucapan perawat tadi sungguh menyambarku. Aku tahu dia tidak bermaksud menyinggungku tapi tetap saja aku tersinggung. Dia bilang aku berpotensi menyebarkan DB atau malaria karena aku berasal dari Indonesia. Jiwa nasionalisme ku tak terima. Aku bergegas pergi menuju kelasku berikutnya yang akan segera dimulai 10 menit lagi dengan rasa tak percaya bahwa niat baikku hari itu ditolak.

Kehadiran Negara

Belakangan aku menyadari keputusan perawat itu. Dia hanya menegakkan aturan yang ada dan aturan itu menunjukkan kehadiran negara untuk melindungi warga negaranya. Bayangkan jika darahku benar-benar diambil dan benar mengandung potensi dengue atau malaria. Kemudian darah itu didonorkan ke pasien lain mungkin akan timbul kasus malaria baru setelah USA bebas malaria sejak lama. Tak dapat dibayangkan berapa besar kerugian jika hal tersebut benar terjadi.  Kehadiran negara begitu terlihat melindungi warganya dalam konteks ini.

Jika kita refleksikan dengan kondisi Indonesia, sungguh miris melihat berita saban hari mengenai TKI yang disiksa, kapal RI yang belum bebas dari perompak, mahasiswa Indonesia yang dibunuh di Singapore, bom biadap yang tak jua berhenti dan masalah lainnya yang menunjukkan absennya pemerintah untuk melindungi warganya. Namun, posting ini bukan bermaksud merendahkan negara ini dan mengagungkan Amerika. Hanya saja darah nasionalisme ini tidak terima dengan fakta yang ada di ujung hidung kita. Oleh karena itu, mari kawan-kawan siapkan diri kita karena jika waktunya tiba kitalah yang harus menghadirkan peran negara untuk melindungi siapa saja yang menjadi penduduk bumi Nusantara.

2 thoughts on “Ditolak donor darah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s