Posting kali berjudul Doa Ibu. Namun, ini bukan soal gerobak bakso atau truk-truk gede yang sering bertuliskan dua kata itu. Ini cerita tentang pengalaman pribadi yang mungkin semua orang punya versinya masing-masing. Ini versi ku sendiri.
Cerita ini tentang pengalamanku saat menjalani praktik lapang di daerah Cikupa, Tangerang. Sore itu aku baru saja pulang dari pabrik tempatku belajar mengenai proses produksi, pengemasan, dan distribusi produk jus buah. Hari itu saya masih pada masa-masa awal praktik lapang sehingga menurutku perlu dilakukan observasi kuliner di sekitar kosan tempatku menginap. Jadilah aku langkahkan kaki ke sebuah warung mie ayam tak jauh dari kosan. Langsung saja aku pesan mie ayam bakso satu mangkok. Kebetulan saat aku datang sudah ada pembeli lain yang memesan cukup banyak porsi untuk ia bawa pulang sehingga aku harus cukup lama menunggu. Berita baiknya warung mie ayam itu menyalakan TV dan menyiarkan berbagai acara. Saat itu yang sedang disiarkan adalah acara TOLONG di RCTI.
Episode TOLONG hari itu tentang seorang anak perempuan yang berusaha mencari orang yang mau membeli beberapa piring pecah miliknya. Uang hasil penjualan piring tersebut mau ia belanjakan untuk keperluan sekolah. Anak itu berjalan cukup jauh dari suatu tempat ke tempat lain dengan cerita yang sama, yakni PENOLAKAN. Sampai akhirnya ia sampai ke sebuah tambal ban. Berbeda dengan pemandangan umumnya sebuah tempat tambal ban yang selalu diisi oleh kaum adam, tempat tambal ban yang satu ini dimiliki oleh seorang perempuan. Perempuan yang berusia sekitar 40 tahun itu sedang sibuk menambal ban belakang sebuah sepeda motor saat anak perempuan itu datang. “Bu, mau beli piring gak Bu?” tanya anak itu. Ibu itu melempar pandan sekilas sambil berujar “tunggu ya dek”. Ia lalu melanjutkan pekerjaannya hingga selesai. Begitu sepeda motor bebek itu beres dan pergi, ibu itu menghampiri anak perempuan tadi. “Ada apa dek?” tanya Ibu. “Ibu, mau beli piring ini gak? Saya mau beli buku buat sekolah besok” jawab anak itu sambil menunjukkan piring pecah miliknya.
Ibu itu terdiam sejenak lalu meninggalkan anak itu di depan kiosnya. Tak lama berlalu, ia keluar dari dalam ke dalam kiosnya sambil membawa beberapa buah piring. Ia menghampiri anak itu sambil menyerahkan piring dan memberikan uang sebesar 30 ribu rupiah. Anak itu pun pergi setelah menyampaikan terima kasihnya. Kepergian anak itu tentu saja segera disusul oleh kru tolong yang datang ke tempat tambal ban itu. Kru bertanya ini-itu lalu memberi puluhan lembar uang 50 ribu atau segepok duit ke tangan ibu itu. Seperti episode-episode tolong yang lain, Ibu ini terkaget-kaget lalu menangis dan bersujud syukur. Tak lama kemudian ibu ini diwawancarai kru TOLONG RCTI. “Kenapa Ibu mau menolong anak tadi?” tanya kru TOLONG. “Saya juga punya anak mas yang seusia anak perempuan tadi. Yang terpikir di kepala saya adalah jika anak saya suatu hari dalam kesulitan yang sama dengan anak perempuan tadi, saya harap kelak ada orang yang akan berkenan memberikannya pertolongan.
Mendengar jawaban ibu itu, aku langsung teringat pada ibuku sendiri. Ibuku adalah seorang guru SMA di sebuah sekolah swasta di Jakarta. Ibuku memang jarang sekali mengajari aku belajar tapi aku tersadar bahwa upayanya setiap hari mengajari beratus-ratus muridnya selama ini telah berbuah manis. Buah manis itu adalah doa dari orang tua murid-murid ibuku tadi sehingga kami bisa menjalani kehidupan kami hari ini. Boleh jadi doa yang begitu banyak itu yang bisa membuat aku bisa berkuliah, merasakan kesehatan, bahkan melalang buana ke negeri orang. Terima kasih Ibu 🙂 Doaku selalu kebaikanmu. Semangkuk mie ayam bakso pun hadir. Selamat makan!