Pagi itu seperti pagi lainnya : GA 204. Setiap bulan sejak setahun lalu aku rutin ke Jogja. Ya rapat tentunya. Tentunya pula kelas ekonomi Garuda Indonesia. Perjalanan itu sering mempertemukanku dengan banyak orang terkenal, Widodo C Putro, Taufik Bahaudin, Effendi Gazali, bahkan juga Ivan Gunawan π Tapi perjalanan 6 Februari lalu itu berbeda.
Taksi melipir di terminal 2 Soeta sekitar pukul 7.20 sedangkan pesawatku take off 7.55. Agak mepet memang tapi cukup menurut hitunganku. Ku perlihatkan email di hapeku kepada petugas jaga di depan. He let me in. Begitu tas dan koper keluar mesin x ray mataku langsung tertuju pada antrian GFF Silver. Ya aku pemegang kartu GFF Silver sehingga bisa antri check in di line tersendiri. Walau demikian antrian pagi cukup banyak 5 orang dengan koper yang besar-besar. Saat aku berada di antrian terdepan seorang wanita di loudspeaker berkata,”Penumpang GA 204 dipersilakan masuk melalui gate F4″ Itu pesawatku.
Akhirnya salah satu counter kosong. Aku maju ke depan petugas check in itu. Ku serahkan hape dengan layar email tiketku dan GFF Silver. Wanita itu mulai mengetik-ngetik di depan layar monitor. Lama sekali. Hingga akhirnya ia berdiri dan berkata,”Mohon ditunggu sebentar, Pak.” Ia lalu keluar counter dan masuk ke pintu di belakang pengepakan bagasi. Tak kalah lama ia di sana. Aku mulai panik karena khawatir ditingggal pesawat. Begitu wanita itu kembali aku bertanya,”Kenapa Mbak?” “Pesawatnya sudah penuh, Pak”. Jawaban itu seperti petir di siang bolong. How come? Sore sehari sebelumnya memang agen tiket kantor mengatakan bahwa untuk GA 204 aku masih waiting list, tapi beberapa waktu kemudian agen itu menelponku dan mengatakan sudah confirmed. Mungkin itu yang menjadi penyebabnya. Aku makin deg-degan saja. Wanita itu lalu mengetik-ngetik lagi. Setelahh itu ia mengembalikan hape & kartu GFF ku dan memberi sebuah tiket. “Pak karena pesawat sudah penuh, seat Bapak kami upgrade ke executive class”, ucap wanita itu. “Ok thank you” jawabku singkat. Aku lalu bergegas menuju F4 sambil mencerna kembali ucapan wanita tadi.
Sesampainya di F4, antrian masuk pesawat sudah mau habis. Tinggal beberapa orang saja. Aku segera mengantri di depanku terdapat Bapak dan Ibu yang cukup necis penampilannya. Si Bapak membawa tas ransel dan memakai jas coklat. Si Ibu dengan wedges, tas kecil dan sekitar 5 anting di telinga kirinya. Mereka masuk ke pesawat dengan perlente sementara aku dengan koper biasa, ransel adidas tipis, pantofel celana bahan, dan baju batik di bawah balutan sweater. Biasa banget. Sembari mengantri di garbarata Bapak Ibu tadi mengobrol ke sana kemari. Kemudian ku sadari tas Bapak itu terbuka. Spontan ke beritahu Bapak itu, “Tasnya terbuka, Pak”. “oh iya Mas, gak ada apa-apanya kok isinya, Mas” jawabnya. “Zaman sekarang bukan khawatir diambil barangnya Pak tapi kalau ada yang masukin ke dalam tas” balasku. “Oh iya ya Mas, terima kasih ya Mas” balasnya sambil menyalamiku dan menutup tasnya. Kami lalu berjalan kembali. Aku mendengarkan percakapan merekan dan sebentar-sebentar salah seorang dari mereka memperhatikanku. Aku cuek saja. Sesampainya di perbatasan kelas ekskutif dan ekonomi aku langsung membukan kabin atas. Kebetulan aku duduk di seat 3A. Begitu ku masukkan koper dan tasku, Bapak tadi langsung menoleh ke belakang dan menatapku dengan wajah tak percaya. Aku cuek aja.
Tak lama paramugara menawarkan koran. Aku pilih Tempo dengan berita Anas. Lalu pramugari datang membawa jus, aku pilih apel. Setelah itu dia kembali dengan handuk hangat dan mengambil gelasku. Pesawat take off. Begitu pesawat stabil kami di tawari makan, pramugari membantu memasangakan meja dan menawarkan dua jenis menu : salad buah atau cake asin. Aku pilih yang kedua di tambah segelas teh. Aku santap cake itu dan brownies kecil itu dengan cepat. Teh hangatnya juga nikmat. Begitu makan kami beres mereka langsung sigap mengemasi. Ku nikmati sisa perlanan dengan melihat ke luar jendela sambil menyandarkan kursi empuk itu ke belakang.
Begitu pesawat landing. Penumpang eksekutif dipersilakan keluar lebih dulu. Kemudian seorang penumpang di seat 1A langsung berdiri. You know who is him? Amien Rais, mantan ketua MPR 1999-2004. Dia sempat menatap ke arahku dengan tatapan yang sama dengan Bapak2 di awal cerita tadi. Pintu dibuka. Ternyata hari itu yang ke Jogja bukan hanya Pak Amien tapi juga Bu Martha Tilaar yang menyusul turun di belakang Pak Amien. Pak Amien berjalan cepat sekali. Ku susul langkahnya hingga ke dalam terminal. Ku sapa beliau dan bersalaman. Dia bertanya,”Dari Jakarta juga ya Mas? tanyanya basa basi. “Iya, Pak, Bapak pulang ke Jogja ini? balasku. “Iya khan rumah saya di sini, Mas”. “Mau apa Mas ke Jogja?” “Saya kerja Pak di SGM” Aku lalu bingung harus bicara apa lagi, tiba-tiba mulutku berkata.”kapan nulis buku lagi Pak?” “Saya sih sudah banyak baca tapi belum ditulis-tulis juga” “Iya, Pak. Kami khan yang muda-muda ini mau membaca pikiran Bapak” “Iya, iya, Mas.” Monggo Pak selamat jalan” ucapku ketika keluar pintu terminal. “Iya Mas. terima kasih Di SGM ya tadi? “Iya Pak” jawabku singkat. Pak Amien lalu pergi bersama pria yang menjemputnya.
Cerita pagi itu antara Jakarta-Joga berlangsung berbeda. Welcome to Jogjakarta π
Waaah asik banget upgrade ke exc karena seat ekonomi penuh.dasar rezeki hehe, oiah ka, knp gak check in online ajah ka? biar gak riweh klo telat2 gitu hehe.. Oiah jadi yang tasnya kebuka itu pak amien rais yah ka??
kalo check in online opportunity uuntuk upgrade ke exc classnya kecil LOL, bukan amin rais, fik, orang lain lagi hehe