Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.
Ada yang tahu kenapa saat kita bersalawat tidak hanya kepada Nabi Muhammad saja tetapi juga kepada Nabi Ibrahim? Salah satu jawaban yang saya dapat karena kedua Rasul Allah ini cukup menggambarkan betapa besarnya pengorbanan para rasul dalam mengemban amanah dakwah dan kepemimpinan di muka bumi ini. Tidak perlulah saya jelaskan bagaimana pengorbanan mereka pada postingan ini.
Yang ingin saya bahas kali ini adalah kaitan shalawat tadi dengan Al A’raf 96-98. “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan kamu yang datang oada pagi jari ketika mereka sedang bermain?”
Kaitan shalawat nabi dan ayat di atas terletak pada istilah Ahlal qura yang pada ayat tersebut diterjemahkan sebagai penduduk negeri. Dalam salah satu tafsir yang dimaksud dengan penduduk negeri (ahlal qura) ini bukanlah penduduk negeri secara umum, tetapi merujuk pada salah satu kelompok tertentu saja. Mereka yang dimaksud tersebut adalah mereka yang paham dalam hal ini juga termasuk para ulil albab. Mereka adalah masyarakat kelas menengah (middle class) yang memiliki posisi yang strategis karena dapat dekat dengan rakyat juga dengan pusat kekuasaan. Kelompok ini adalah yang menjadi sasaran utama dakwah kedua nabi tersebut. Muhammad dalam surat Abasa dikisahkan menemui para pemimpin Quraisy dan Ibrahim juga langsung menemui Namrud dan menyampaikan tauhid kepadanya.
Mari kita bawa hal ini dalam konteks kekinian dan kedisinian. Ahlal qura dalam konteks yang leih kontemporer boleh jadi adalah masyarakat akademik yang berada di kampus. Mereka yang menjadi kunci dalam keberkahan suatu negeri karena posisinya yang amat strategis. Mereka tentu dapat dekat dengan rakyat tetapi juga dapat dekat dengan pusat-pusat kekuasaan yang menentukan kebijakan. Menyadari akan hal tersebut maka sudah sepantasnya dakwah di kampus ini perlu digarap dengan sangat serius dengan melibatkan lebih banyak sumber daya. Sehingga masyarakat akademik yang terbina di kampus-kampus inilah yang dalam beberapa tahun ke depan mengambil kebijakan dan memberikan pengaruh yang begitu besar bagi masyarakat.
Mari sedikit melebarkan bahasan. Yang kemudian disebut sebagai pusat kekuasaan bukan hanya golongan ekskutif saja. Karena yang dimaksud dengan pusat kekuasaan telah melebar. Ikatan himpunan profesi saat ini telah mengambil andil yang begitu besar sehingga masuk ke dalam pusat kekuasaan itu sendiri. Sebagai informasi bahwa undang-undang yang dibuat di negeri ini bukanlah hasil karya anggota DPR semata tetapi lobi-lobi ikatan seprofesilah yang telah mengambil andil yang sangat besar dan anggota dewan hanya tinggal tanda tangan saja untuk menyetujuinya. Lahan ikatan profesi inilah yang mungkin saat ini belum terlalu tergarap. Padahal; mereka punya lobi yang kuat terhadap pemerintah karena mereka dekat dengan pelaku bisnis di lapangan seperti petani, peternak, dokter-dokter, pilot dan sebagainya. Dari sini terlihatlah secara jelas betapa strategisnya posisi ini. Bahwa ternyata ikatan advokat, ikatan dokter dll saat ini belum begitu banyak kader dakwah yang berada di sana adalah tanggung jawab kita saat ini.
Nah, sekarang mari kita lihat ayat 97 dan 98. Pada ayat tersebut ada pertanyaan retoris yang sedikit mengancam bahwa boleh jadi sisaan Allah akan datang pada malam atau pagi hari karena kelalaian kaum Ahlal qura ini. Oleh karena itu, mari kita melihat ke dalam diri kita mari mempersiapkan diri untuk menyongsong waktu yang tidak lama lagi akan kita jelang. Sehingga saat itu tiba kitalah para kader dakwah yang siap mewarnai dan menjadi jalan bagi turunnya keberkahan Allah pada negeri ini.
Untuk menutup tulisan ini, saya ingin mengaitkan tulisan ini dengan laporan ekonomi yang dirilis Standard Chartered Research dengan judul Super Cycle Report. Sederhananya, pada laporan tersebut disampaikan bahwa pada 2030 Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar no 5 di dunia. Awalnya saya juga tidak percaya, tetapi saya kemudian terkejut begitu mengetahui salah satu sebabnya. Pada laporan tersebut dikatakan bahwa salah satu penyebab majunya ekonomi Indonesia dan Asia pada umumnya adalah besarnya jumlah masyarakat kelas menengah (ahlal qura) .
Berikut ini kutipan tentang middle class pada laporan tersebut
The rise of the middle class
As economies evolve, it is the rise of the middle class that tends to cement a more sustainable growth trend. The larger the middle class relative to a country’s total population, the more stable its domestic demand and the more consensual its society. The middle class is also often seen as the source of entrepreneurship and innovation, running the small businesses that generate jobs and wealth. The middle classes also consume different kinds of goods and services compared with the rural or urban poor
The middle class can be defined in relation to income in each country, but as the world globalises, it is more relevant to consider it in absolute terms. A recent OECD study chose a range of USD 10-100 daily per capita income (in PPP terms) for the definition, and the results are striking. By 2030, the total number of people in this range will increase from about 1.8bn to 4.9bn. However, the numbers in Europe and America remain about the same and all the increase is in the emerging countries, with Asia’s share of the total rising from 28% to 66%
Wallahu ‘alam