Islam yang Dzahir


image

Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata : Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata

“Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,”lelaki itu berkata, ”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya

Potongan hadist di atas mengajarkan kepada kita semua mengenai makna dari Islam yaitu bersaksi tiada Rabb selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menunaikan shalat, puasa, zakat dan ibadah haji jika mampu. Kemampuan memenuhi kelima hal tersebut menjadikan kita sebagai seorang Muslim. Sebaliknya kegagalan kita memenuhinya membuat siapapun dapat bertanya apakah kita seorang muslim.

Jika kita telaah hadist tersebut lebih jauh ternyata kelima ibadah yang Rasul sebutkan di dalam hadist itu adalah ibadah wajib yg pelaksanaannya harus dilakukan secara terbuka; terang-terangan; publik alias dzahir. Saya ingin mengawali pembahasan ini dari poin dua yaitu shalat. Rasul menyariatkan shalat sebagai ibadah yg wajib dilakukan secara berjamaah di masjid khususnya bagi laki-laki. Bagi penduduk yg tinggal di rumah yg kedapatan tidak menunaikan shalat subuh berjamaah diancam akan dibakar rumahnya. Bahkan seorang buta saja tetap diwajibkan berjamaah di masjid selama masih mendengar adzan. Saking wajibnya shalat tetap dilakukan saat perang dgn ketentuan tertentu. Beberapa shalat juga wajib dilakukan secara berjamaah dan bersifat publik massal seperti shalat jumat, ied fitri, ied adha, shalat gerhana, istishqa dll. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah ini memang bersifat publik.

Seperti halnya shalat puasa wajib yang dilaksanakan di Bulan Ramadhan juga dilakukan secara terbuka. Terang benderang selama 30 hari. Penentuan awal waktunya pun ditentukan oleh pemerintah sehingga memberi kepastian kepada publik.

Zakat juga merupakan ibadah wajib yang bersifat terbuka. Banyak kaum muslimin yg cenderung menunaikan zakat secara sembunyi-sembunyi dan langsung kepada mustahik. Padahal Rasul mencontohkan bahwa zakat harus ditunaikan secara terbuka melalui amil. Adapun keterangan yg menyebutkan bahwa jika tangan kanan memberi tidak boleh diketahui oleh tangan kiri hanya relevan untuk infak dan sedekah, bukan zakat. Hal nyata tercermin dalam surat At Taubah ayat 103 yg memaksa utk mengambil zakat dari muzaki yg dilakukan oleh amil. Pada kisah sahabat Tsalabah, Rasul juga secara nyata memerintahkan dua orang sahabat Rasul utk mengambil zakat peternakan Tsalabah. Tsalabah saat itu menolak berzakat dan Rasul mendoakan kecelakaan utk Tsalabah karena keingkarannya itu. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa zakat juga merupakan ibadah yg sifatnya publik.

Kemudian ibadah yang paling terang benderang adalah haji. Waktunya khusus di bulan Dzulhijah, prosesi ibadahnya juga dilakukan secara terbuka, diatur dan diselenggarakan pemerintah secara teratur dan terkoordinasi dengan berbagai pihak yg terlibat.

Nah selain keempat ibadah tadi, syahadat yang sejatinya cukup hanya di dalam hati juga wajib disaksikan oleh orang lain saat seseorang berikrar masuk ke dalam Islam, bahkan ulama atau pemerintah dapat memberi sertifikat pengakuan keislaman seseorang. Terlebih lagi lafadz syahadat juga secara terang benderang di dalam shalat atau doa kita sehari-hari. Lebih daripada itu kealpaan kita utk menunjukkan pelaksanaan keempat ibadah lainnya secara terbuka dapat menimbulkan pertanyaan apakah kita seseorang yg berucap dua kalimat syahadat, apakah kita seorang muslim?

Berangkat dari hal tersebut sudah semestinya kita bersungguh-sungguh utk menunjukkan keislaman kita dgn melaksanakan kelima rukun Islam. Berbagai aksi teror, fitnah, diskriminasi, dan berbagai konspirasi terhadap Islam hendaknya tidak membuat kita malu utk berislam, sebaliknya kita harus menunjukkan kebanggan kita dalam berislam dengan melaksanakan Islam dzahir di atas.

Wallahu alam.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s