Strengthening the domestic halal industry

Based on the latest Global Islamic Economy Score, as the largest Muslim country in the world, Indonesia’s halal industry is still far left behind compared to other Moslem countries. With $154.9 billion of halal food market; $5.5 billion of halal pharmaceutical market; $3.3 billion of halal cosmetics market, Indonesia only ranks 10th, whereas Malaysia ranks 1st despite the fact that Malaysia has much smaller population. This illustrates that Indonesia has failed to optimize its huge Moslem population as the key to boost its domestic halal industry and economy.

To improve the situation the government has taken serious intervention by issuing the act no 33/2014 about halal product assurance which aims to assure and provide convenience, security, safety, and availability of halal products for the society and to increase the value added in halal products so that the halal industry will grow by igniting the private sector to produce and sell them. The main impact of the issuance of this act is every product that being traded and entering Indonesia’s market has to be halal certified five years after the ratification of this act and puts the Halal Products Assurance Agency (BPJPH) as the main administrator of the halal certification process.
Continue reading

Munajat Malam

Janji itu telah mengguncang Arsy, 

Esok hanya cerita, sedih gembira tentang hanya kita berdua

Di dalam dingin dinding yang kita hela, kau ku dekap dalam tiap nafas

Biar mendung menggulung, kasih kita ke haluan tak terbendung

Kasih ku, di hadap – Nya kita mengadu, pada – Nya biar pagi malam kita yang berkata bukan kita yang bersuara

Tuhan kami menengadah tangan, Tuhan kami mohon ampunan, Tuhan beri kami kasih sayang

Tentang Lagu Raisha

Shanghai menerima saya di Pudong International Airport pada pukul 10.00 waktu setempat. Udara dingin musim semi langsung menyambut setiap tamunya begitu kami bergerak ke ruang terbuka. Aku melanjutkan perjalanan menuju Metro Subway Station, jaringan kereta yang menjadi tulang punggung aktivitas warga Shanghai. Peta Shanghai Metro sudah di tangan dan aku melangkah masuk dengan tujuan akhir Pearl Hotel tempat istriku menginap. Sebelum ke sana aku putuskan untuk jalan-jalan terlebuh dahulu, Shanghai Science and Technology yang menjadi pilihanku. Aku geret koper besarku masuk Metro dan melaju dengan pasti. Sesampainya di sana aku habiskan waktu hingga pukul 3 sore. Satu hal yang di luar prediksiku adalah tidak adanya tempat penitipan tas sehingga aku harus membawa koper besarku kemanapun aku pergi. Itu satu PR tersendiri.

Selesai dengan jalan-jalan di Shanghai Science & Technologi Museum aku langsung menuju Jiasan Road tempat Pearl Hotel berada. Sesampainya di sana, aku langsung check in dan berharap dapat segera beristirahat di dalam kamar. Namun, takdir berkataa lain, aku diharuskan membayar di muka tagihan hotel untuk empat hari ke depan. Dengan uang yuan yang terbatas aku putuskan untuk menunggu istriku pulang dan masuk ke hotel bersama. Istriku menyampaikan bahwa ia akan sampai d hotel pukul 21.00 waktu setempat atau kira-kira 5 jam lagi dari saat aku berusaha check in di hotel waktu itu. Aku putuskan untuk membeli coklat panas untuk menghangatkan tubuh. Setelah coklat tandas bosan pun menyergap. Aku langkahkan kaki keluar kembali ke metro station. Kuhabiskan setengah buku Change karya Rhenald Kasali hingga pukul 21.30

Metro line sudah hampir tutup. Scanner X ray di bagian depan entarnce gate sudah dikemasi dan ditutup. Saat kembali ke jalan raya menuju Pearl Hotel aku disambut dengan gerimis hujan dan udara yang semakin menusuk dinginnya. Hapeku sudah mati. Tidak ada jalan lain untuk berkomunikasi. Satu-satunya cara adalah menunggu. Menunggu kekasihku datang agar aku bisa beristirahat dengan layak malam itu. Sejuruh kemudian lagu Raisha masuk dalam pikiranku dan mulai menemaniku

Sekarang aku tersadar

Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang

Apalah arti aku menunggu

Bila kamu …

Lewat pukul 23.00 kekasihku sampai di Pearl Hotel. Kami tidur nyenyak sekali malam itu.

Image

Aslinya mana?

Aku mencermati dua pertanyaan berbeda yang sama-sama ditanyakan di awal percakapan. Kalo di Jakarta pertanyaannya pasti begini, “lulusan mana, mas?” atau “kuliah dimana, mas?” “angkatan berapa?” dst. Namun kalo sedang bertugas di Jogja pertanyaannya pasti begini ” Aslinya mana, mas?”

Analisisku begini, kalo di Jakarta masyarakatnya udah semakin plural maka asal daerah menjadi tidak begitu signifikan untuk ditanyakan. Pertanyaan asal universitas mungkin ditanyakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesamaan almamater yang seterusnya mungkin dapat menggambarkan karakter. Nah kalo di Jogja, masyarakatnya cenderung lebih guyub sehingga asal usul itu menjadi penting dan relevan menjadi bahan pembicaraan. Kalo ditanya aslinya mana aku pasti bingung. Aku klarifikasi dulu aslinya itu lahirnya dimana atau keturunan mana? Kalo lahir aku memang di Jakarta tapi darah pure Jawa Aseli.

Kedua pertanyaan itu punya tujuan yang mirip sih yaitu mencari titik yang sama untuk berlanjut ke pembicaraan berikutnya. Jika titik temu itu semakin besar maka pembicaraan kemungkinan akan semakin asyik dan berlanjut lebih panjang.

Nah, uniknya aku pernah ditanya salah seorang client perusahaan kami dengan pertanyaan Jogja tadi, “aslinya mana, mas?” aku jawab, “aslinya itu apa, Pak? Kota lahir atau keturunan?”. Mendadak mukan berubah masam dan agak gak enak mendengarku menanyaku balik. Belakangan aku baru tahu kalau wajahnya berubah seperti itu karena ia berpikir bahwa ia salah memilih pertanyaan mendengar pertanyaan ku itu. Dia berpikir bahwa aku adalah keturunan china, maklum saja mataku memang sipit. Ia khawatir aku tersinggung dengan pertanyaan mengenai asal usul itu hehe. Buatku gak masalah kok karena Bapak itu mungkin orang ke 1439 yang memiliki pemikiran yang sama.

Nah yang paling repot kalo foto kopi di Jogja, begitu udah selesai foto kopi biasanya kita tanya ke tukang foto kopi, aslinya mana mas? Trus tukang foto kopi jawab, “Solo, Mas” -__-” (maksud gw dokumen asli gw yang tadi di foto kopi) hadeuuuh LOL 🙂

Perubahan Rajawali

Burung Rajawali merupakan unggas yang punya umur paling panjang di dunia. Ia bisa mencapai usia 70 tahun. Tetapi untuk mencapai umur itu, seekor Rajawali harus membuat keputusan besar pada umurnya yang ke 40.

Saat umur 40 tahun, cakarnya menua, paruh memanjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dada. Sayap menjadi sangat berat karena bulunya tumbuh lebat dan tebal, sehingga menyulitkannya terbang.

Saat itu, ia hanya mempunyai 2 (dua) pilihan: Menunggu kematian atau menjalani proses transformasi yang menyakitkan selama 150 hari untuk kembali muda dan bertahan hidup hingga 30 tahun lagi.

Saat transformasi itu, ia harus terbang ke puncak gunung untuk membuat sarang di tepi jurang, tinggal di sana selama proses berlangsung. Pertama, ia harus mematukkan paruhnya pada batu keras sampai paruh tersebut terlepas, dan menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh baru itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya. Proses ini tentu sangat menyakitkan. Bayangkan ketika satu kuku tercabut, kita merasakan sakit yang luar biasa. Rajawali harus mematuk seluruh kukunya hingga tercabut semua!

Beberapa saat setelah kuku tuanya tercabut, maka akan tumbuh cakar baru yang lebih muda dan kuat. Dengan cakar baru itu, ia harus pula mencabuti bulu badannya, satu demi satu. Ini juga sebuah proses yang panjang, menyakitkan dan bahaya!

Kedua proses itu memakan waktu yang panjang dan sangat sangat menyakitkan. Sebuah usaha dan kerja keras yang memerlukan keberanian dan ketabahan tinggi. Tidak semua rajawali dapat melalui proses ini dengan baik, bahkan ada juga yang mati di tengah jalan! Sebuah harga mahal yang harus dilakukan bila ingin berubah.

Kira-kira 5 bulan kemudian, bulu-bulu baru akan tumbuh. Ia mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, ia bisa menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh tenaga.

Dalam kehidupan, terkadang harus mengambil keputusan besar untuk sebuah proses pembaharuan: Berani membuang kebiasaan buruk yang mengikat, yang menyenangkan dan melenakan; melepaskan beban lama, belajar hal-hal baru, mengembangkan kemampuan yang terpendam; mengasah keahlian sepenuhnya; dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan!

Tantangan terbesar perubahan itu ada di dalam diri sendiri: Sang penguasa atas diri kita sendiri! Tetapi tanamkan sikap: I Have a great life, bagai seekor Rajawali yang dapat terbang tinggi, semakin tinggi, dengan semangat yang terbarukan karena ia memang ingin berubah.

Perubahan adalah sebuah pilihan hidup. Kita bisa memilih untuk tetap seperti sekarang ini, yang berarti kita tinggal menunggu kematian. Atau kita siap melakukan sebuah revolusi dalam kehidupan kita untuk berubah. Dan itulah awal dari kehidupan kita yang baru dengan penuh harapan. 

Tips Pengisian Aplikasi IELSP

Mengawali tulisan ini saya mengucapkan selamat kepada Anda yang akhirnya sampai pada tulisan ini. Bukan karena tulisan ini istimewa tetapi apresiasi saya kepada Anda yang mungkin sudah membaca beberapa hal mengenai beasiswa IELSP dan tertarik untuk mencoba mendaftar. Tak hanya sampai di situ saja, Anda mulai browsing untuk mencari tahu apa saja yang harus disiapkan untuk mendapatkan beasiswa yang luar biasa ini.

Sebelum lebih lanjut, perkenalkan nama saya Randi Swandaru. Saya alumni IELSP cohort 7 tahun 2010 lalu yang berkesempatan kuliah di Ohio University melalui beasiswa ini. Setidaknya ada dua alasan yang membuat saya akhirnya menulis artikel ini. Alasan pertama adalah sebagai upaya saya untuk membayar utang saya atas kesempatan yang diberikan Allah kepada saya untuk menimba ilmu melalui beasiswa ini. Alasan kedua adalah cukup banyak teman dan adik kelas yang bertanya kepada saya mengenai cara mendapatkan beasiswa ini baik melalui SMS, ketemu langsung, facebook dan lain-lain. Semoga tulisan ini mampu membantu semua pembaca yang berkeinginan untuk mendapatkan beasiswa IELSP.

Agar ‘frekuensi’ kita semua sama, saya sarankan bagi pembaca yang belum tahu banyak mengenai IELSP untuk membuka link berikut ini click here. Berikutnya pastikan Anda memiliki berkas aplikasi yang mesti Anda isi dan kita bahas pada paragraf-paragraf berikutnya. Jika belum punya silakan download di link ini click here. Sekarang mari kita bahas lebih detil

1. What is your goal? What is your life plan? Kedua pertanyaan ini amat penting untuk dijawab sebelum Anda memutuskan untuk mendaftar dan mengisi aplikasi beasiswa ini. Jawaban atas kedua pertanyaan itu juga akan sangat membantu Anda untuk mengisi aplikasi beasiswa. Banyak pertanyaan yang masuk kepada saya dan saya jawab dengan kedua pertanyaan tersebut. Umumnya mereka sudah memenuhi syarat yang ditentukan oleh IIEF tapi mereka masih ragu untuk mendaftar karena khawatir dengan resiko yang mesti mereka ambil seperti cuti kuliah, menunda riset, menunda kelulusan, dan lain-lain. Jadi pastikan Anda tahu buat apa mendaftar dan siap menerima resiko yang melekat pada pilihan tersebut. Kalau cuma sekedar mau jalan-jalan ke Amerika atau having fun aja saya sarankan untuk berhenti membaca dan mundur teratur dari sekarang.

2. Obey the rule Hal pertama yang perlu Anda lakukan sebelum mengisi aplikasi beasiswa ini adalah membaca dan mematuhi aturan pengisian yang ada di halaman muka lembar aplikasi. Pada bagian tersebut tertera aturan seperti tidak boleh meninggalkan bagian dengan kosong begitu saja dan pastikan terisi. Jika tidak ada yang bisa diisi pada bagian tersebut tulislah dengan NONE. Pastikan Anda mengisi dengan bahasa Inggris dan jangan lupa untuk menandatanganinya. Di bagian bawah ada beberapa dokumen lain yang mesti Anda lengkapi. Please read it twice to make sure that you do not miss anything!

3.Personal Data, Health, and Family Data Pada ketiga bagian pertama ini tidak ada hal yang begitu spesial yang mesti diberi perhatian. Hanya saja pastikan Anda mengisinya dengan jujur dan apa adanya. Jika ada keterbatasan, gangguan kesehatan atau alergi tertentu pastikan Anda tulis sesuai dengan keadaan Anda saat ini. Tak perlu minder dan khawatir aplikasi Anda ditolak jika Anda memiliki keterbatasan tertentu. Namun, sebaliknya bersedihlah jika Anda mesti berbohong.

4. Background Pada bagian ini isilah mengenai kehidupan pribadi Anda dan keluarga. Anda bisa menulis tentang pekerjaan orang tua, kota tempat Anda dibesarkan, nilai-nilai yang diajarkan keluarga dan hal-hal lainnya mengenai kehidupan Anda. Poinnya adalah komite penilai ingin mengenal kehidupan Anda lebih jauh. Yakinlah tidak ada kehidupan yang lebih baik dan lebih buruk, itulah kehidupan Anda sendiri. Bukan berarti jika Anda berkekurangan Anda tidak mampu mendapatkan beasiswa ini, begitupun sebaliknya

5. Educational Information Bagian ini cukup panjang mari bahas satu per satu. Pada bagian awal Anda diminta mengisi data mengenai kampus, tahun masuk, dan IP semester Anda. Dugaan saya komite penilai ingin melihat sejauh mana komitmen Anda dengan tanggung jawab akademik Anda. Hal ini sangat wajar karena mereka tentu tidak mau memberikan beasiswa ini kepada orang yang tidak berkomitmen dalam hal akademik. Toh Anda pun akan berinteraksi dengan dunia kampus di Amerika kelak. Jangan lupa mengisi graduation plan Anda. Hal ini berkaitan dengan jadwal pemberangkatan Anda kelak.

Pada bagian TOEFL score, isilah nilai, tanggal, dan lokasi test TOEFL tersebut. Jika Anda sudah punya nilai TOEFL silakan isi pada bagian atas. Namun, jika belum silakan tulis waktu dan tempat testnya saja. IIEF akan mencari tahu nilai Anda dengan informasi tersebut. Oia, IIEF tidak menerima TOEFL prediction, mereka hanya menerima TOEFL ITP dan International TOEFL. Ada banyak kok tempat yang menyediakan test tersebut coba googling aja deh atau tanya ke IIEF mengenai lokasi test terdekat dengan tempat tinggal Anda.

Pada bagian courses/training silakan isi berbagai pendidikan non formal atau pelatihan-pelatihan yang pernah Anda ikuti. Kemudian pada bagian extracurricular activities, silakan tulis berbagi kegiatan kepanitiaan Anda atau kegiatan sosial Anda di luar kuliah. Kegiatan itu bisa beragam seperti mengajar membaca Al Quran, panitia Idul Adha, relawan panti jompo dan lain-lain. Tulis organisasi yang Anda ikuti dan beasiswa yang pernah Anda dapatkan pada dua tabel berikutnya. Yang dimaksud dengan sponsor pada dua tabel itu adalah badan yang mendukung organisasi Anda atau membiayai/memberi beasiswa kepada Anda.

Tulislah prestasi atau pencapaian Anda baik akademik dan non akademik Anda pada tabel berikutnya. Pastikan Anda menjelaskan prestasi-prestasi tersebut pada kolom description. Prestasi itu gak mesti yang wah atau yang umum-umum aja. Jika Anda punya bisnis sendiri tulis aja di sana. Nah, bagi yang rajin nulis silakan tulis artikel yang pernah dipublikasi pada kolom berikutnya. Buat saya pribadi tabel ini cukup banyak saya isi hehe.

Lengkapi dua tabel di bawah tabel artikel dengan informasi mengenai riwayat kepergian Anda ke luar negeri dan kemampuan Anda berbahasa asing. Riwayat Anda ke luar negeri akan ditelusuri oleh komite penilai atau US Embassy kelak. Nah, jangan merendahkan atau melebih-lebihkan kemampuan Anda berbahasa asing pada tabel berikutnya. Percayalah pada diri Anda sendiri.

Bagian berikutnya adalah kontak yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat. Pada bagian home country dapat diisi dengan kontak salah satu anggota keluarga atau teman yang siaga dengan keadaan Anda, sedangkan pada bagian USA silakan tulis kontak yang ada di sana jika ada. Jika tidak maka tulislah dengan NONE.

6. Personal Statement Pada bagian ini komite penilai ingin mengetahui apa alasan dan seberapa besar keinginan Anda untuk mendapatkan beasiswa ini. Anda bisa mengisinya dengan hubungan latar belakang pendidikan, hobi, pengalaman-pengalaman Anda dengan studi Anda di Amerika kelak. Poinnya adalah pastikan Anda menuliskan hal yang meyakinkan pembaca bahwa Anda orang yang tepat untuk mendapat beasiswa ini.

7. Current Issue Ada banyak isu atau masalah yang sedang dihadapi Indonesia Indonesia. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana cara yang dapat Anda lakukan untuk menjadi solusi atas berbgai masalah tersebut. Saran saya tulislah masalah yang berkaitan dengan studi atau minat Anda. Saya dulu membahas tentang krisis energi dan energi hijau sebagai solusinya karena di teknologi industri pertanian kami membahas hal itu cukup dalam.

8. Career Aspiration Jika Anda sudah tahu apa tujuan dan rencana hidup Anda ke depan maka bagian ini tak akan menjadi masalah besar. Tulislah rencana hidup dan karir Anda lima tahun ke depan serta cita-cita Anda. Tak lupa tulislah juga apa hubungan beasiswa ini dengan rencana-rencana Anda itu.

9. Reference Mintalah referensi dari dosen atau orang lain yang mengenal Anda secara personal sehingga mereka dapat menejelaskan siapa Anda. Lebih bagus lagi jika orang tersebut memiliki kedudukan tertentu di kampus atau organisasi lain. Saya dulu dapat satu rekomendasi dari dosen dan satu rekomendasi lagi dari dosen sekaligus peneliti di sebuah lembaga riset. Jika mereka kesulitan mengisi surat referensi, bantulah dengan membuatkannya draft surat terlebih dulu. Jangan menyerah dan terus berusaha untuk setidaknya mendapat satu referensi. Komite penilai akan melihat siapa yang merekomendasikan Anda dan jika dirasa perlu mereka akan menghubungi mereka untuk mengonfirmasi informasi-informasi tersebut.

10. Sign and send it Pastikan Anda menandatangani berkas tersebut, melengkapi dengan berbagai sertifikat, nilai TOEFL, referensi dan lampiran lainnya. Jika sudah, fotokopi dua rangkap dan masukkan ke dalam amplop besar. Jangan ‘lebay’ dengan menjilid, mengkopi banyak-banyak, dan lain-lain. Hal ini malah akan menyulitkan panitia penerima aplikasi dan tentunya merugikan Anda. Just follow the rule. Setelah semua lengkap, periksa sekali lagi lalu kirim sebelum deadline. Anda bisa mengirimnya via pos atau langsung ke kantor IIEF. Ingat deadline itu bukan tanggal kirim tapi batas akhir IIEF menerima berkas Anda di kantornya.

11. Pray Setelah maksimal segala usaha, bertawakalah pada Allah. Dialah yang mempunyai rencana terbaik untuk Anda. Semoga Anda adalah orang yang beruntung untuk menerima telepon dari kantor IIEF untuk diundang pada tahap seleksi berikutnya yaitu wawancara.

Demikian tips-tips dari saya. Jika Anda kelak masuk ke tahap wawancara silakan buka link ini click here

Good luck friends 🙂

‘Bare Branches’ and Danger in Asia

This is an article that we’ve discussed in Alison’s class. Just check it out and give your comment below.

By Valerie M. Hudson and Andrea M. Den Boer
Sunday, July 4, 2004; Page B07

If tens of millions of your society’s young men were unable to find wives, would you be concerned? This is the troubling scenario that China and India must now face.

The technology to identify the sex of a fetus became widespread in Asia in the mid-1980s, and more and more parents each year have used it to weed out less-valued daughters before they are born. Even though identification of the sex of a fetus, as well as sex-selective abortion, is illegal throughout Asia, the balance of boys and girls in the younger generations continues to worsen in many of these countries.

For example, in China the sex ratio for children up through age 4 is over 120:100 (120 boys for every 100 girls), according to the 2000 census. By comparison, a normal sex ratio for this age group is 105 or less. In India the sex ratio for children up through age 6 has increased over the past decade from 105.8 to 107.9, though this masks the fact that certain Indian states have much worse ratios — 126 in Punjab, for example.

In societies where the status of women is so low that they are routinely culled from the population, even before birth, the prospects for peace and democracy are seriously diminished.

The old saying goes, “When you pick up one end of a stick, you also pick up the other.” When a society prefers sons to daughters to the extent found in parts of contemporary Asia, it not only will have fewer daughters, but it also will create a subclass of young men who are apt to have difficulty finding wives and beginning their own families. Because son preference has been a significant phenomenon in Asia for centuries, the Chinese actually have a term for such young men. They are called guang gun-er or “bare branches,” because they are branches of the family tree that will never bear fruit. The girls who should have grown up to be their wives were disposed of instead.

We have already seen in China the resurrection of evils such as the kidnapping and selling of women to provide brides for those who can pay the fee. Scarcity of women leads to a situation in which men with advantages — money, skills, education — will marry, but men without such advantages — poor, unskilled, illiterate — will not. A permanent subclass of bare branches from the lowest socioeconomic classes is created. In China and India, for example, by the year 2020 bare branches will make up 12 to 15 percent of the young adult male population.

Should the leaders of these nations be worried? The answer is yes. Throughout history, bare branches in East and South Asia have played a role in aggravating societal instability, violent crime and gang formation.

Though the existence of sizable numbers of bare branches is not a necessary condition for instability — the sex ratios of Rwanda in 1994 were normal, for example — it plays a significant role in the amplification of levels of instability and threat.

Consider the fact that in the mid-1800s, a predominantly bare-branch rebel group in the north of China called the Nien, in combination with rebel groups farther south, openly attacked imperial troops and forts, taking control of territory inhabited by 6 million Chinese citizens before it was quashed by the government years later.

More recently, Indian scholars have noted a very strong relationship between sex ratios and violent crime rates in Indian states, which persists even after controlling for a variety of other possible variables. And worldwide, more violent crime is committed by unmarried young adult men than by married young adult men.

According to sociologists, young adult men with no stake in society — of the lowest socioeconomic classes and with little chance of forming families of their own — are much more prone to attempt to improve their situation through violent and criminal behavior in a strategy of coalitional aggression with other bare branches.

Historically, governments facing a growing population of bare branches find themselves caught in a dilemma. They must decrease the threat to society posed by these young men but at the same time may find the cost of doing so is heavy. Increased authoritarianism in an effort to crack down on crime, gangs, smuggling and so forth can be one result.

At some point, governments consider how they can export their problem, either by encouraging emigration of young adult men or harnessing their energies in martial adventures abroad. There are very few good options for governments that find that their greatest threat emanates not from an external source but from an internal one.

Conservative estimates of the number of young adult bare branches in China in 2020 will be about 30 million, in India about 28 million. Pakistan will also have a sizable number of bare branches, as will Taiwan. When policymakers ponder the future of conflicts such as Kashmir and Taiwan, the sex ratios of the nations involved should not be forgotten.

Abnormal sex ratios may very well alter security calculations concerning threat and deterrence. The first generation of bare branches since the advent of sex identification technology is turning 19 this year, and with every successive year not only the number but the percentage of young adult men without wives will increase. We stand at the threshold of a time in which their presence will become a factor in policymaking.

Given that almost 40 percent of the world’s population is in China and India, the likelihood of diminishing prospects for democracy, stability and peace because of the extremely low status of women in those societies will affect not only Asia but the world.

Valerie M. Hudson is a professor of political science at Brigham Young University. Andrea M. Den Boer is a lecturer in international politics at the University of Kent in Britain. They are the authors of “Bare Branches: The Security Implications of Asia’s Surplus Male Population.”

© 2004 The Washington Post Company

Mengenal Rosihan Anwar melalui Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia (Jilid 4)

Setelah wafatnya Rosihan Anwar saya baru membuka mata dari keterpejaman mata tentang sosok yang luar biasa ini. Tanpa berlama-lama saya langsung meluncur ke Gramedia menyusuri jejak-jejak beliau dalam beberapa bukunya. Salah satu bukunya akhirnya saya beli, judulnya Buku: Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia (Jilid 4)

Seperti serial sejarah kecil 1-3, buku ini juga menceritakan kisah-kisah kecil yang ternyata mempunyai arti penting bagi bangsa ini. Tentang Soe Hoek Gie, seorang keturunan Tionghoa yang merupakan contoh tipe orang Indonesia sejati, tentang interogasi yang dialami Soedjatmoko sepulang dari tugas menjadi Dubes Indonesia di Amerika Serikat, peristiwa 17 Oktober 1952 yang berakibat pengunduran diri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai menteri pertahanan, lahirnya Sastra Angkatan 45 dan Majalah Siasat, kisah Brigjen (Pol) Johnny Anwar dalam perjuangan revolusi di kota Padang, kisah perjuangan Tan Malaka, sisi gelap perjuangan di Surabaya, serta kisah-kisah seru lainnya.

Penulis juga menceritakan riwayat keluarganya yang dipenuhi kisah menarik dan juga tragik. Marah Roesli, Rushan Roesli, Roestam Effendi, Bachtiar Effendi, Mohamad Joenoes. Ternyata, riwayat keluarga ini pun terkait dengan perjalanan bangsa ini.